Identitas Keagamaan dalam Hal Pemilihan Pemimpin Daerah


Dalam kehidupan bermasyarakat, ada banyak kegiatan anggota masyarakat yang disertai dengan berbagai tujuan tertentu. Hal ini diwujudkan dalam kegiatan organisasi, kelompok-kelompok tertentu ataupun komunitas yang dimana membutuhkan satu atau dua orang pemimpin untuk mengatur jalannya kegiatan kelompok tertentu. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mampu mempengaruhi seseorang untuk bertindak sesuai dengan kehendaknya dengan didasari oleh sikap yang penuh kharismatik, bijaksana dan dapat membuat keputusan yang tepat untuk anggota kelompoknya. Seorang pemimpin juga diharapkan mampu mengarahkan serta memfasilitasi kebutuhan dan kepentingan anggotanya, sekaligus menegakkan aturan-aturan tertentu yang telah disepakati.  

Dalam memilih seorang pemimpin tentunya ada hal-hal tertentu yang menjadi standar bagi seseorang apakah ia layak menjadi pemimpin atau tidak. Hal tersebut dapat dilihat dalam berbagai hal, bisa dari cara berbicara, berperilaku, penampilan, bahkan sampai melihat latar belakang keagamaan untuk menentukan standarisasi kepemilihan seorang pemimpin dalam suatu kelompok tertentu. Identitas keagamaan pada saat ini menjadi hal penting yang masuk ke dalam syarat-syarat memilih pemimpin kelompok tertentu, dengan kata lain para pemilih ini menomorduakan visi misi serta program-program kerja yang dikampanyekan oleh calon pemimpin melaikan melihat identitas keagamaan sebagai prioritas utama. Kuatnya pengaruh identitas keagamaan dalam memilih seorang pemimpin di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk menimbulkan konflik antar kelompok beragama.  

Intoleransi yang terjadi saat ini dianggap merusak semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dan ideologi Pancasila sebagai pondasi dan landasan hidup berbangsa dan bernegara. 
Lembaga Survei Indonesia (LSI) melakukan sebuah survey dengan tema ‘Korupsi, Religiusitas dan Intoleransi’. Survey ini dilaksanakan pada tanggal 16-22 Agustus 2017 dengan menggunakan teknik multi-stage random sampling dan melibatkan 1540 responden. Berikut adalah profil demografi responden:

Source:
https://ikapolunhas.com/2017/11/29/islam-demokrasi-dan-kepemimpinan-politik/
Seperti yang dapat dilihat diatas 1540 responden yang terlibat yaitu laki-laki dan perempuan baik itu di desa maupun di kota. Dilihat dari demografi juga responden yang terlibat kebanyakan beragama Islam lalu etnis yang paling banyak adalah Jawa. Survey ini dilakukan untuk melihat bagaimana sikap dan perilaku penduduk beragama Islam jika ada seorang pemimpin yang beragama non-Muslim. 
 
Source:
https://ikapolunhas.com/2017/11/29/islam-demokrasi-dan-kepemimpinan-politik/

Sekitar 82,9% penduduk beragama Islam masuk ke dalam kategori ‘cukup sering’ mempertimbangkan faktor agama atau identitas keagamaan dalam membuat keputusan. Identitas keagamaan bisa dibilang masuk kedalam syarat wajib untuk memutuskan apakah hal tersebut layak atau tidak.  Penduduk yang beragama Islam meyakini bahwa akan lebih baik jika pemimpin yang notabene nya akan mengarahkan anggota kelompoknya menuju kehendak nya memeluk agama yang sama seperti mereka yaitu Islam. Fenomena ini juga dikuatkan dengan kenyataan penduduk yang beragama Islam sangat banyak di Indonesia, atau bisa dibialng sebagai kelompok mayoritas. 

 Source:
https://ikapolunhas.com/2017/11/29/islam-demokrasi-dan-kepemimpinan-politik/

Dilihat dari hasil survey diatas membuktikan sekitar 48,2% penduduk beragama Islam keberatan jika seorang non-muslim menjadi gubernur. Tentunya hal ini dilandasi oleh keterlibatannya identitas keagamaan sebagai hal yang mempengaruhi penduduk Muslim dalam membuat suatu keputusan. 
Hasil data survey yang dilakukan oleh LSI seakan-akan berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa Indonesia adalah negara yang pluralis. Balik lagi ke semboyan kita yaitu 'Bhinneka Tunggal Ika', dimana masyarakat Indonesia berbeda-beda tapi tetap satu. Keadaan masyarakat Indonesia yang pluralis ini berbanding terbalik dengan perilaku masyarakatnya yang rentan akan isu-isu berbau SARA, khususnya dalam hal agama. Hal berbau identitas keagamaan ini pun sampai masuk ke dalam ranah politik, bahkan eksistensinya semakin kuat dalam Pemilihan Umum. Dengan kata lain, masyarakat Indonesia belum menerapkan system demokrasi dengan seutuhnya, lebih mementingkan kepentingan kelompok daripada kepentingan umum. Maka dari itu, sikap toleran, keiklasan, kesetaraan, kerelaan berbagi haruslah ada dan berkembang dalam setiap warga sehingga menjadi nilai yang dapat menjadi penopang yang kuat bagi demokrasi. 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alienasi dan Konflik Kelas : Dampak Sistem Kapitalis pada Dunia Industri

Mengenai Hukum Pidana

Cyber Crime, Kejahatan di Dunia Maya sebagai Akibat dari Globalisasi