Fenomena Prokrastinasi Tugas Akademik (ditinjau melalui konsep Habitus, Hexis, Ranah dan Kapital Pierre Bourdieu)

Prokrastinasi adalah sebuah tindakan menunda-nunda suatu pekerjaan, atau disini menunda tugas akademik. Di dalam penundaan memulai, melaksanakan atau mengakhiri tugas tersebut bisa dikatakan mahasiswa masih memiliki habitus dalam mengerjakan tugasnya. Habitus meurut Bourdieu adalah struktur mental/kognitif yang digunakan individu untuk menghadapi kehidupan sosial. Ketika beraktivitas dalam kehidupan sosial, kita selalu menggunakan mentalitas dan kognitif yang kita punya. Mentalitas yang dimaksud Bourdieu disini adalah motivasi, semangat, loyalitas dan etos kerja. Habitus dapat dikatakan juga sebagai struktur sosial yang diinternalisasi sehingga mewujudkan perilaku yang nyata. Disini dapat dilihat bahwa habitus adalah sesuatu yang masih dipikirkan, seperti yang sudah dijelaskan diatas berkenaan dengan struktur mental/kognitif dalam menghadapi kehidupan sosial. Seorang mahasiswa yang melakukan prokrastinasi dalam tugas akademik masih menggunakan kerangka mentalitasnya dalam hal mengerjakan tugas akademik. Faktor dari dalam yaitu fisik, seperti kelelahan dan ngantuk karena padatnya rutinitas perkuliahan, atau karena rutinitas di luar perkuliahan ini adalah salah satu yang menyebabkan habitus dalam pengerjaan tugas akademik seorang mahasiswa. Ia masih membutuhkan motivasi, semangat yang mendorong ia untuk mengerjakan tugasnya


Habitus seorang mahasiswa dalam melakukan prokrastinasi akademik berhubungan dengan ranah, yang dimana di dalam ranah tersebut dibangun dan di konstruk oleh sistem jaringan. Ranah adalah sejenis pasar kompetitif yang di dalamnya berbagai jenis kapital (ekonomi, kultural, sosial, simbolis) digunakan dan dimanfaatkan.  Ranah menurut Bourdieu bersifat dinamis. Dinamis disini dalam arti di dalam ranah tersebut terdiri dari sistem jaringan (jaring-jaring) yang dibangun dan dihidupkan oleh anggota anggota dalam ranah tersebut (individu maupun kelompok). Anggota-anggota dalam ranah tersebut (individu maupun kelompok) dalam menciptakan sistem jaringan di sebuah ranah, terdapat 3 dimensi objektif:
  1. Pengetahuan
  2. Perasaan
  3. Sikap
Ranah yang dibahas disini adalah sudah pasti ranah pendidikan, yaitu sebuah ruang sosial atau wadah bagi mahasiswa tersebut. Adanya tugas yang diberikan kepada mahasiswa tersebut berasal dari ranah pendidikan yang di dalamnya terdapat anggota-anggota seperti dosen, mahasiswa, rektor, staff pengurus dan anggota lain yang menempati ranah akademik. Anggota-anggota dalam ranah pendidikan ini memiliki tiga dimensi objektif yang sudah dijelaskan diatas. Ketiga dimensi objektif dari ranah pendidikan ini membentuk habitus anggotanya, yaitu mahasiswa tersebut. Misalnya dalam sebuah ranah kelas tentunya terdapat kumpulan mahasiswa. Mereka memiliki pengetahuan yang berbeda, saling berbagi pengetahuan dan bercerita satu sama lain. Dalam kasus prokrastinasi akademik ini, pengetahuan yang di dapat oleh mahasiswa tersebut berkaitan dengan sesuatu hal yang membuatnya menunda tugasnya, seperti nongkrong, ajakan untuk menunda tugas, ejekan “sok rajin” atau “kerajinan” jika mengerjakan tugas tepat waktu dan lain lain. Tentunya pengetahuan yang diperoleh seorang mahasiswa ini mempengaruhi perasaan dan sikapnya, ia yang tadinya sudah mempunyai niat untuk mengerjakan tugas atau sebelumnya memiliki kebiasaan mengerjakan tugas tepat waktu berubah menjadi seseorang yang lebih senang untuk nongkrong dan main bersama teman-temannya, memiliki sikap santai dalam mengerjakan tugasnya yang akhirnya berujung prokrastinasi. 
Source: Thinkstock by Getty-Images 


Dalam melakukan tindakan prokrastinasi tugas akademik ini, seorang mahasiswa menggunakan habitus yang tidak sesuai dengan ranah pendidikannya. Habitus yang tidak sesuai dengan ranah pendidikan ini dapat menghambat kapital yang akan diperoleh, ataupun menghambat perkembangan kapital mahasiswa tersebut. Bourdieu merumuskan 4 macam kapital:
  1. Kapital Budaya 
Kapital budaya bersifat implisit, objektif, dan institusional. Kapital budaya seperti prinsip-prinsip nilai budaya, adat istiadat, kelakuan, gaya bertutur (dialek) dan gaya hidup. 

      2. Kapital Ekonomi 

Kapital ekonomi ini bersifat potensial dan aktual. Kapital ini berwujud barang-barang produksi seperti uang dan beberapa objek material yang bisa digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Seperti, mobil, sepeda motor, jam tangan, handphone yang ketika dijual ada harganya. Menurut Bourdieu, kapital ekonomi ini bersifat rasional karena ada perhitungan dan nilai pastinya. 

       3. Kapital Sosial 

Kapital sosial disini adalah bergantung pada luasnya jaringan koneksi yang dapat dimobilisasi dengan efektif dan jumlah kapital yang dimiliki oleh suatu masyarakat atau kelompok. Seorang individu yang memiliki kapital sosial yang baik ditinjau dari bagaimana ia mudah bergaul dan berbaur diantara individu maupun kelompok yang lain. 

       4.  Kapital Simbolik 

Kapital yang bermakna status atau pengakuan. Kapital simbolik ini bersifat manifest dan laten. Misalnya seperti penghargaan (reward) dan anugrah atas suatu hal yang diraih oleh seseorang karena prestasinya.

Dalam hal ini, jika mahasiswa tersebut mempunyai kapital sosial ia bisa meminta bantuan teman-temannya dalam ranah pergaulannya untuk menjelaskan tugas tersebut serta melakukan kegiatan belajar bersama. Mahasiswa tersebut juga dapat menggunakan kapital sosialnya untuk berkonsultasi kepada dosen mata kuliah tersebut dan meminta penjelasan mengenai maksud dari tugas yang dosen tersebut berikan. Dengan memanfaatkan kapital sosial ini, seorang mahasiswa dapat mengerti apa maksud dari tugas tersebut dan mengerjakannya sehingga mendapat kapital simbolik (nilai) yang memuaskan. Beda lagi jika mahasiswa tersebut tidak memiliki kapital sosial, ia tidak mudah untuk bergaul dengan teman-temannya dan tidak memiliki keberanian untuk bertanya dengan dosennya, ia akan kehilangan kapital simbolik nya atau tidak maksimal untuk mendapatkan kapital simboliknya, yang dimana kapital simbolik ini merupakan pertimbangan untuk sukses dalam ranah pendidikan.


Source: https://mojok.co/auk/ulasan/pojokan/prokrastinasi-menunda-pekerjaan-yang-hanya-menabung-kesengsaraan/
Habitus dalam mengerjakan tugas akademik yang terjadi pada mahasiswa kebanyakan dilakukan secara terus menerus sehingga berubah menjadi kebiasaan (hexis) dengan mengerjakan tugas deadline dengan waktu yang mepet. Adanya penerapan SKS (Sistem Kebut Semalam) / (Sistem Kebut Sejam) sudah menjadi hexis bagi prokrastinator di ranah pendidikan ini. Namun, hexis mahasiswa ini dapat berubah kembali menjadi habitus, dimana terjadi reproduksi kultural yaitu nilai-nilai budaya yang baru dan lama. Nilai-nilai ini dapat diperoleh melalui sebuah ranah ntah mahasiswa tersebut menemukan ranah pergaulan yang didalamnya terdapat anggota-anggota yang disiplin, rajin belajar, sehingga mahasiswa ini kemudian memproduksi nilai-nilai baru. Hexis mengerjakan tugas dengan sistem SKS (Sistem Kebut Semalam) berubah menjadi habitus dengan mempertimbangkan bahwa ia tidak akan mengerjakan tugasnya di waktu-waktu yang mepet. Habitus mahasiswa tersebut seiring bertambahnya usia, berada di ranah-ranah tertentu, habitus tersebut akan berkembang, memperbaiki, beradaptasi dengan pola kehidupannya.

Analisis kasus fenomena prokrastinasi tugas akademik di kalangan mahasiswa menggunakan konsep Pierre Bourdieu menyimpulkan bahwa habitus dalam mengerjakan tugas akademik pada dasarnya dapat ditentukan oleh diri mahasiswa itu sendiri, dimana habitus itu bersifat elastis, aktif dan adaptif. Mahasiswa tersebut dapat menyesuaikan habitus yang ia pakai dan terapkan sesuai ranah pendidikannya, lebih baik lagi jika habitus tersebut berubah menjadi hexis. Habitus dan hexis dalam prokrastinasi tugas akademik berpengaruh pada kapital yang akan ia terima atau dalam mengembangkan kapital yang sudah ia punya. Pendidikan tinggi memfokuskan mahasiswa nya untuk terjun langsung dalam masyarakat, bekerja di sektor publik yang tentunya mahasiswa tersebut akan memperoleh kapital ekonomi bukan hanya dari kapital simbolik saja tetapi juga kapital budaya dan kapital sosial.


Sources:

Fauziah, H. H. (2015). Faktor Faktor yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. 

Ganda, Y. (1987). Cara Mahasiswa Belajar. Jakarta: PT Cipta Restu Perdana.
 
Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2014). Teori Sosiologi Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana. 

Rumiani. (2006). Prokrastinasi Akademik Ditinjau Dari Motivasi Belajar dan Stress Mahasiswa . Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alienasi dan Konflik Kelas : Dampak Sistem Kapitalis pada Dunia Industri

Mengenai Hukum Pidana

Cyber Crime, Kejahatan di Dunia Maya sebagai Akibat dari Globalisasi